Kejamnya Pungutan Hasil Perikanan Nelayan di Tengah Wabah Korona

- Sabtu, 25 September 2021 | 10:20 WIB
Tokoh masyarakat pesisir Kota Tegal, Tambari Gustam (Dok. Lilisnawati/Ayotegal.com)
Tokoh masyarakat pesisir Kota Tegal, Tambari Gustam (Dok. Lilisnawati/Ayotegal.com)


Dampak dari terbitnya Kepmen KP No 86 Tahun 2021 dan PP No 85 Tahun 2021 tentang tarif PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), semakin membuat gaduh negeri ini. 

Bagaimana tidak, ketika negara dinyatakan dalam keadaan darurat korona dan semua anggaran dipangkas untuk penanganan dan penyembuhan bagi masyarakat yang kena wabah penyakit korona, tapi justru Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) lewat Direktur Jendral Perikanan Tangkap menyampaikan kabar naiknya PHP.

Kini wabah korona belum usai, meski pemerintah sudah menurunkan dari level 4 ke level 2, tapi perpanjangan PPKM masih berlaku.

Baca Juga: 4 Tradisi Nelayan Kota Tegal Sebelum Melaut, Masih Eksis dan Sarat Makna

Masyarakat Indonesia, nyaris tercekik ekonomi, lantaran ada pembatasan dalam gerak mencari sumber penghidupan. Dan lebih parahnya lagi, pemerintah lewat KKP memberlakukan kenaikan tarif baru untuk pungutan hasil perikanan (PHP).

PHP naik berlipat-lipat. Tidak tanggung-tanggung, naik sampai hingga 100% lebih. Salah satu contoh pembayaran PHP nelayan asal Karangsong, kapal berukuran 139 GT barusan mengajukan perpanjangan izin penangkapan ikan dikenakan bayar PHP Rp 201.444.360.

Padahal, tahun sebelumnya hanya membayar Rp 124.234.725. Hal ini sungguh sangat menyakitkan, karena di tengah-tengah pandemi korona yang belum selesai, tapi sungguh tega, KKP memaksa aturan pungutan hasil perikanan untuk membayar pasca melaut.

Di masa pandemi, kementrian lain justru memberi relaksasi pajak, tapi di KKP malah membunuh nelayan dengan menaikan pungutan hasil perikanan.

Ketidakpekaan KKP membuat Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara (GONN) yang ada di Tanah Air seperti, SNT, HNSI, PPNSI, SNNU, YAMITRA dan Perkumpulan Pekerja Perikanan, kemarin berkumpul sepakat menolak pemberlakukan PHP baru.

Alasannya, karena didasari kondisi ekonomi dan usaha perikanan yang sedang lesu (slowdown) sejak pandemi korona hampir dua tahun ini.

Hampir semua sektor usaha mengalami kelesuan, bahkan banyak para pekerja yang di non-jobkan, karena pengusaha ada yang gulung tikar. Di Kota Tegal saja pengrajin ikan fillet, terpaksa menutup usahanya, karena minimnya penurunan daya beli, salah satu contoh pekerja filet nganggur, sebab tidak ada pesanan.

Dampak ekonomi akibat serangan wabah korona sungguh memporak porandakan sendi-sendi kehidupan masyarakat, ditambah KKP memberlakukan kenaikan tarif baru untuk pungutan hasil perikanan.

Nelayan seperti menerima serangan yang bertubi-tubi. Korona belum selesai, kini mendapat hantaman baru, serangan PHP yang sangat mencekik leher nelayan.

Lalu apakah ini yang disebut negeri adil dalam kemakmuran, atau makmur dalam keadilan? Sungguh virus korona sangat mematikan, dan pemerintah memberi vaksin pencegahan agar kematian akibat serangan korona bisa diminimalisir.

Bahkan, pemerintah memberi solusi untuk mencegah wabah korona dengan cara membagi masker gratis, memberi vaksin gratis, bahkan membagi bagi sembako gratis, serta bantuan uang bagi keluarga terdampak korona.

Halaman:

Editor: Lilisnawati

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Game The Lucky Miner Penghasil Uang dari Menambang

Rabu, 11 Januari 2023 | 20:58 WIB

Candra Birawa (Pandemi) Bisa Dikalahkan!

Senin, 5 Juli 2021 | 16:44 WIB
X