Menyingkap Makna Ruwat Bumi Guci Tegal, Dari Kambing Kendit hingga Pancuran 13

- Jumat, 29 Juli 2022 | 11:38 WIB
Tradisi Ruwat bumi Guci Tegal (dok AyoTegal)
Tradisi Ruwat bumi Guci Tegal (dok AyoTegal)

SLAWI, AYOTEGAL.COM - Tradisi Ruwat Bumi Guci Tegal kembali digelar dengan serangkaian acara dan kegiatan yang dimulai pada 1-2 Agustus 2022 mendatang.

Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Parpora) Kabupaten Tegal sudah merilis serangkaian kegiatan yang akan memeriahkan Tradisi Ruwat Bumi Guci Tegal.

Bentuk kegiatannya meliputi Istighotsah, kirab gunungan hasil bumi, pergelaran seni hingga penyembelihan kambing kendit yang dipusatkan di area wisata Guci.

Baca Juga: Jadwal Bioskop Gajahmada Cinema Tegal, Jumat 29 Juli 2022

Tradisi budaya yang digelar rutin tiap tahun pada bulan Suro ini tentu saja menyimpan makna yang mendalam.

Berikut catatan AyoTegal mengulas makna yang terkandung dalam tradisi Ruwat Bumi Guci Tegal. Tokoh masyarakat Guci, Dakot, tradisi Ruwat Bumi Guci yang berlangsung di pancuran 13 memiliki makna filosofis.

Menurut Dakot, secara matematis angka 13 jika dijumlah menjadi 4, mengandung makna hitungan Jawa, Sri, Lungguh, Donya, Lara.

Air pancuran 13 ini mengandung khasiat menyembuhkan penyakit. ''Tiba di angka 4 yakni lara (sakit). Maka pancuran air ini tempat orang sakit untuk mencari kesembuhan. Inilah karunia Allah dari pancuran 13, papar Dakot.

Selain itu, lanjut dia, pancuran 13 yang bermuara ke Sungai Gung bermanfaat bagi seluruh petani di Kabupaten Tegal.

Adapun soal kambing kendit, dia mengatakan, awalnya dulu menggunakan telur atau ayam cemani. ''Nah, karena sekarang masyarakat sudah makmur maka menggunakan kambing kendit, ujarnya.

Baca Juga: Jadwal Film Bioskop Cinepolis Pacific Mall Tegal, Jumat 29 Juli 2022

Sementara itu, dari data yang diperoleh dari laman lib.unnes mengungkapkan, tradisi ruwat bumi merupakan serangkaian bentuk dan ritual dalam tradisi ruwat bumi.

Bentuk tradisi ruwat bumi yaitu istighozah, do’a Bersama, penyembelihan kambing kendit, tayuban atau ronggengan, memandikan kambing kendit, perebutan gunungan hasil bumi, dan selamatan.

Ubarampe yang digunakan yaitu kembang setaman, kemenyan, kambing kendit, mata air pancuran 13, tumpeng, dan ayam cemani.

Pelaku yang ada dalam tradisi tersebut yaitu ketua adat, sesepuh desa, dan masyarakat Desa Guci dan Pekandangan.

Halaman:

Editor: Dwi ariadi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X